ـ֓҉ऺـ༻❁༻​  ﷽   ༺❁​༺ـ֓҉ऺـ​

*Berpikir dengan Menggunakan Akal (1)*

Di dalam surat Yunus ayat 99 dan 100, Allah berfirman: Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya. Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.

Memang banyak sekali ungkapan-ungkapan di dalam Alquran yang disandarkan pada akal kita. Sehingga kedudukan akal ini sangat penting di dalam Alquran. Sehingga Imam Abu Hassan Al Bawadi berkata, setiap keutamaan, pasti ada basisnya. Setiap adab, pasti ada sumbernya. Dan basis dari keutamaan serta sumber dari adab itu adalah akal yang oleh Allah dijadikan pangkal dan pilar agama.

Oleh karenanya, Allah menetapkan beban kewajiban yang dikaitkan dengan kesempurnaan akal. Misalnya, amal ibadah yang tidak diperhitungkan pada saat kita belum akhil baligh. Artinya ada massa yang ketika itu, manusia akalnya belum sempurna. Begitu akhil baligh, manusia sudah mulai mempertanggung jawabkan segala tindakannya sehingga bisa dinilai dan dicatat kebaikan dan keburukannya.

Kewajiban-kewajiban agama ini tidak akan berlaku pada orang-orang yang tidak berakal atau hilang akalnya. Jadi, beban kewajiban itu dikaitkan dengan kesempurnaan akal.

Kemudian, kita melihat bahwa Allah mempererat hubungan antar makhluknya, meskipun keinginan dan kepentingannya berbeda, karena mereka menggunakan akal. Bila tidak, tentunya yang kuat akan menggilas yang lemah. Namun, pada kenyataannya ada toleransi sehingga bisa dipersatukan. Hal ini disebabkan lantaran ada akal.

Hukum dunia ini juga diatur oleh hukum-hukum akal. Di dalam Biologi, Fisika, dan Ilmu Kebumian. Semuanya bisa dijelaskan secara ilmiah. Demikian tingginya kedudukan akal. Sehingga bila akal diibaratkan sebagai sebuah barang, kita bisa melihat akan sangat berbeda dengan barang-barang bersifat nilai ekonomi yang kita kenal.

Menurut hukum Ekonomi, bila barang tersedia dalam jumlah yang banyak, akan berharga murah. Hal ini berbeda dengan akal yang bila tersedia dalam jumlah yang banyak, harganya akan sangat mahal.

Ada beda pendapat di antara ulama mengenai letak akal. Sebagian ulama, seperti imam Abu Hanifah dan imam Ahmad bin Hamdan, menyatakan bahwa akal itu ada di otak. Sebagian ulama lainnya, seperti imam Syafi’i, imam Malik, dan beberapa ulama lainnya, menyatakan bahwa akal itu ada di hati. Dia memberikan sinar kepada otak.

Ulama yang berpendapat bahwa akal adanya di hati, mengambil dasar beberapa ayat-ayat Alquran, beberapa di antaranya adalah:

Surat Al-Hajj ayat 46: Lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami.

Surat Qaaf ayat 37: Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati.

Surat Yassin ayat 70: Supaya dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan supaya pastilah (ketetapan azab) terhadap orang-orang kafir.

Jadi, kita tidak melihat bahwa akal itu semata-mata ada dalam otak. Sehingga belum tentu bila otaknya rusak, akalnya hilang. Kadang-kadang kita tidak pernah tahu bila hatinya masih jalan. Misalnya saja orang yang terkena penyakit stroke. Kemudian ada kerusakan di dalam syaraf-syaraf otaknya sehingga secara kasat mata, ada memorinya yang berkurang. Tetapi mata hatinya belum tentu hilang.

Official resmi Pesantren Darul Musthofa Assayaniyah

Follow instagram : @darul_musthofa_assayaniyah

Follow telegram : http://t.me/Darulmusthofaassayaniyah

Blog :
Www.Darulmusthofaassayaniyah.blogspot.com

#akhlak #budipekerti #motivasi #inspirasi #spiritual #qolbu #hati #heart #cinta #love #jiwa #ruhani #psikologi #pikiran #mind #inspiration #motivation #soul #batin #seni #katamutiara #quotation #hijrah #ihsan #majelis #pesantren

Comments

Popular posts from this blog