ـ֓҉ऺـ༻❁༻ ﷽ ༺❁༺ـ֓҉ऺـ
*Wanita Karier (2)*
Wanita/istri yang bekerja memang ada keuntungan atau segi positifnya antara lain: bertambahnya sumber finansial, meluasnya network (jaringan hubungan), adanya kesempatan menyalurkan bakat dan hobi, terbukanya kesempatan untuk mewujudkan citra diri yang positif dan lain-lain, namun di sisi lain kadang-kadang dihadapkan pada resiko yang buruk antara lain:
1. Terabaikannya keluarga karena kesibukan di luar rumah.
2. Terkurasnya tenaga dan pikiran.
3. Sulitnya menghadapi konflik peran antara kedudukan sebagai ibu rumah tangga dan sebagai wanita karir.
4. Timbulnya stres dan beban pikiran.
5. Berkurangnya waktu untuk diri sendiri dan keluarga.
Resiko ini dapat menyebabkan hilangnya keharmonisan hubungan dengan keluarga. Jika dibiarkan berlarut-larut, kemungkinan akan terjadi perceraian yang madlorotnya (bahaya) sangat besar bagi kehidupan masa depan anak-anak. Meskipun perceraian itu halal, tapi paling dibenci oleh Allah SWT, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW :
قَالَ رَسُوْلُ اللّهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَبْغَضُ اْلحَلاَلِ لطَّلاَقُ
Artinya: “Rasulullah SAW bersabda: “Hal yang paling dibenci atau dimarahi oleh Allah adalah cerai“.
Hal ini adalah masalah yang harus segera dilakukan solusinya antara lain :
1. Melakukan pekerjaan dengan ikhlas karena Allah, jika ada masalah atau beban, segera dicari pemecahannya, bisa melalui musyawarah dengan suami dan selalu bertawakkal.
2. Wanita/istri yang bekerja harus bisa membagi waktu untuk keluarga dan pekerjaan sesuai dengan kebutuhan masing-masing dan harus disiplin mematuhinya.
3. Tugas istri dalam rumah tangga agar didelegasikan atau diwakilkan pada orang lain yang dipercaya : pembantu yang lain kecuali dua hal yang tidak bisa diwakilkan yaitu melayani suami ditempat tidur dan mendidik anak.
4. Musyawarah dengan suami sehingga tercapai kesepakatan karena istri membantu suami bekerja di luar rumah, maka suami juga membantu istri menyelesaikan pekerjaan rumah.
5. Bagi istri/wanita karier dalam mendidik anak-anak yang diperlukan adalah meningkatkan kualitas pertemuan dengan mereka untuk menanamkan nilai-nilai agama, moral, sosial, baik secara langsung ataupun tidak langsung (melalui telepon atau yang lainnya), sehingga anak tetap merasa dalam perhatian dan pengawasan ibunya meskipun tidak ditunggui.
6. Luangkan waktu untuk berkumpul dengan keluarga dalam keadaan santai baik di rumah atau rekreasi di tempat wisata sehingga tetap terjalin hubungan baik dan saling merasa dapat perhatian.
Kemudian mengenai hasil kerja istri ini milik siapa? Menurut DR. Syaichul Hadi Permono adalah milik istri kalau toh itu untuk nafkah keluarga maka itu merupakan shodaqoh dari istri.
Akan tetapi, menurut undang-undang perkawinan No. 1 tahun 1974 Bab VII pasal 35 ayat 1 bahwa harta benda diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Dua pernyataan tersebut nampaknya bertentangan, namun pada hakikatnya adalah senada. Pendapat pertama menekankan sifat yang amat terpuji bagi istri yang ikhlas untuk membantu kebutuhan suami padahal itu tidak wajib baginya. Kalau toh hasil kerjanya itu ada yang dipakai istri sendiri (untuk membeli baju, makanan, menyumbang orang tua dan lain-lain) pada hakikatnya kebutuhan istri adalah kebutuhan suami juga, maksudnya itu sebenarnya kebutuhan suami untuk memenuhinya.
Sedangkan pernyataan kedua, mengandung arti jika istri bekerja, hal ini tidak lepas dari jasa suami, minimal mengizinkan, mendukung dengan segala resikonya. Selain itu juga, peran kedua belah pihak yang sama dalam keluarga, sehingga hasil (harta ayang diperoleh) adalah milik bersama.
Bagaimana kalau istri juga bekerja?
Masalahnya, jika suami istri itu salah satu meninggal dunia atau cerai, bagaimana pembagian harta bersama ini? Yang asal, dalam Islamistri tidak bekerja dan ditetapkan bagi laki-laki sama dengan dua bagian perempuan karena Allah mewajibkan laki-laki memberi nafkah keluarga. Jadi harta bersama dibagi tiga, satu bagian milik istri dan dua bagian milik suami. Allah berfirman dalam Al Qurán surat An Nisa‘ ayat 32 yang artinya:
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karuniaNya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu“.
Juga firman Allah dalam Al Qurán surat Ali Imran ayat 195 yang artinya,“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (denganberfirman): “Sesungguh -nya aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan....”
Dari dua ayat tersebut di atas dapat kita ambil pengertian bahwa dalam Islam tidak ada diskriminasi bagi wanita, tidak ada jalan atau alasan untuk merendahkan wanita, semuanya tergantung pada usaha masing-masing, wanita mempunyai hak dari hasil usahanya sebagaimana pria. Maka dalam pembagian harta bersama bagi suami istri yang sama-sama bekerja dibagi dua, satu bagian milik istri dan satu bagian milik suami.
Official resmi Pesantren Darul Musthofa Assayaniyah
Follow instagram : @darul_musthofa_assayaniyah
Follow telegram : http://t.me/Darulmusthofaassayaniyah
Blog :
Www.Darulmusthofaassayaniyah.blogspot.com
#akhlak #budipekerti #motivasi #inspirasi #spiritual #qolbu #hati #heart #cinta #love #jiwa #ruhani #psikologi #pikiran #mind #inspiration #motivation #soul #batin #seni #katamutiara #quotation #hijrah #ihsan #majelis #pesantren
*Wanita Karier (2)*
Wanita/istri yang bekerja memang ada keuntungan atau segi positifnya antara lain: bertambahnya sumber finansial, meluasnya network (jaringan hubungan), adanya kesempatan menyalurkan bakat dan hobi, terbukanya kesempatan untuk mewujudkan citra diri yang positif dan lain-lain, namun di sisi lain kadang-kadang dihadapkan pada resiko yang buruk antara lain:
1. Terabaikannya keluarga karena kesibukan di luar rumah.
2. Terkurasnya tenaga dan pikiran.
3. Sulitnya menghadapi konflik peran antara kedudukan sebagai ibu rumah tangga dan sebagai wanita karir.
4. Timbulnya stres dan beban pikiran.
5. Berkurangnya waktu untuk diri sendiri dan keluarga.
Resiko ini dapat menyebabkan hilangnya keharmonisan hubungan dengan keluarga. Jika dibiarkan berlarut-larut, kemungkinan akan terjadi perceraian yang madlorotnya (bahaya) sangat besar bagi kehidupan masa depan anak-anak. Meskipun perceraian itu halal, tapi paling dibenci oleh Allah SWT, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW :
قَالَ رَسُوْلُ اللّهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَبْغَضُ اْلحَلاَلِ لطَّلاَقُ
Artinya: “Rasulullah SAW bersabda: “Hal yang paling dibenci atau dimarahi oleh Allah adalah cerai“.
Hal ini adalah masalah yang harus segera dilakukan solusinya antara lain :
1. Melakukan pekerjaan dengan ikhlas karena Allah, jika ada masalah atau beban, segera dicari pemecahannya, bisa melalui musyawarah dengan suami dan selalu bertawakkal.
2. Wanita/istri yang bekerja harus bisa membagi waktu untuk keluarga dan pekerjaan sesuai dengan kebutuhan masing-masing dan harus disiplin mematuhinya.
3. Tugas istri dalam rumah tangga agar didelegasikan atau diwakilkan pada orang lain yang dipercaya : pembantu yang lain kecuali dua hal yang tidak bisa diwakilkan yaitu melayani suami ditempat tidur dan mendidik anak.
4. Musyawarah dengan suami sehingga tercapai kesepakatan karena istri membantu suami bekerja di luar rumah, maka suami juga membantu istri menyelesaikan pekerjaan rumah.
5. Bagi istri/wanita karier dalam mendidik anak-anak yang diperlukan adalah meningkatkan kualitas pertemuan dengan mereka untuk menanamkan nilai-nilai agama, moral, sosial, baik secara langsung ataupun tidak langsung (melalui telepon atau yang lainnya), sehingga anak tetap merasa dalam perhatian dan pengawasan ibunya meskipun tidak ditunggui.
6. Luangkan waktu untuk berkumpul dengan keluarga dalam keadaan santai baik di rumah atau rekreasi di tempat wisata sehingga tetap terjalin hubungan baik dan saling merasa dapat perhatian.
Kemudian mengenai hasil kerja istri ini milik siapa? Menurut DR. Syaichul Hadi Permono adalah milik istri kalau toh itu untuk nafkah keluarga maka itu merupakan shodaqoh dari istri.
Akan tetapi, menurut undang-undang perkawinan No. 1 tahun 1974 Bab VII pasal 35 ayat 1 bahwa harta benda diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Dua pernyataan tersebut nampaknya bertentangan, namun pada hakikatnya adalah senada. Pendapat pertama menekankan sifat yang amat terpuji bagi istri yang ikhlas untuk membantu kebutuhan suami padahal itu tidak wajib baginya. Kalau toh hasil kerjanya itu ada yang dipakai istri sendiri (untuk membeli baju, makanan, menyumbang orang tua dan lain-lain) pada hakikatnya kebutuhan istri adalah kebutuhan suami juga, maksudnya itu sebenarnya kebutuhan suami untuk memenuhinya.
Sedangkan pernyataan kedua, mengandung arti jika istri bekerja, hal ini tidak lepas dari jasa suami, minimal mengizinkan, mendukung dengan segala resikonya. Selain itu juga, peran kedua belah pihak yang sama dalam keluarga, sehingga hasil (harta ayang diperoleh) adalah milik bersama.
Bagaimana kalau istri juga bekerja?
Masalahnya, jika suami istri itu salah satu meninggal dunia atau cerai, bagaimana pembagian harta bersama ini? Yang asal, dalam Islamistri tidak bekerja dan ditetapkan bagi laki-laki sama dengan dua bagian perempuan karena Allah mewajibkan laki-laki memberi nafkah keluarga. Jadi harta bersama dibagi tiga, satu bagian milik istri dan dua bagian milik suami. Allah berfirman dalam Al Qurán surat An Nisa‘ ayat 32 yang artinya:
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karuniaNya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu“.
Juga firman Allah dalam Al Qurán surat Ali Imran ayat 195 yang artinya,“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (denganberfirman): “Sesungguh -nya aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan....”
Dari dua ayat tersebut di atas dapat kita ambil pengertian bahwa dalam Islam tidak ada diskriminasi bagi wanita, tidak ada jalan atau alasan untuk merendahkan wanita, semuanya tergantung pada usaha masing-masing, wanita mempunyai hak dari hasil usahanya sebagaimana pria. Maka dalam pembagian harta bersama bagi suami istri yang sama-sama bekerja dibagi dua, satu bagian milik istri dan satu bagian milik suami.
Official resmi Pesantren Darul Musthofa Assayaniyah
Follow instagram : @darul_musthofa_assayaniyah
Follow telegram : http://t.me/Darulmusthofaassayaniyah
Blog :
Www.Darulmusthofaassayaniyah.blogspot.com
#akhlak #budipekerti #motivasi #inspirasi #spiritual #qolbu #hati #heart #cinta #love #jiwa #ruhani #psikologi #pikiran #mind #inspiration #motivation #soul #batin #seni #katamutiara #quotation #hijrah #ihsan #majelis #pesantren
Comments
Post a Comment